Berikut ini merupakan pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan negara Filipina
1. Pulau Miangas
2. Pulau Marampit
3. Pulau Marore
4. Pulau Karatung
5. Pulau Kakorotan
6. Pulau Intata
7. Pulau Mangupun
8. Pulau Malo
1. Pulau Miangas
Miangas adalah pulau terluar Indonesia yang terletak dekat perbatasan antara Indonesia dengan Filipina. Pulau ini termasuk ke dalam desa Miangas, kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Miangas adalah salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Nanusa yang berbatasan langsung dengan Filipina.
Pulau ini merupakan salah satu pulau terluar Indonesia sehingga rawan masalah perbatasan, terorisme serta penyelundupan. Pulau ini memiliki luas sekitar 3,15 km². Jarak Pulau Miangas dengan Kecamatan Nanusa adalah sekitar 145 mil, sedangkan jarak ke Filipina hanya 48 mil. Pulau Miangas memiliki jumlah penduduk sebanyak 678 jiwa (2003) dengan mayoritas adalah Suku Talaud. Perkawinan dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi dikarenakan kedekatan jarak dengan Filipina. Bahkan beberapa laporan mengatakan mata uang yang digunakan di pulau ini adalah peso.
Belanda menguasai pulau ini sejak tahun 1677. Filipina sejak 1891 memasukkan Miangas ke dalam wilayahnya. Miangas dikenal dengan nama La Palmas dalam peta Filipina. Belanda kemudian bereaksi dengan mengajukan masalah Miangas ke Mahkamah Arbitrase Internasional. Mahkamah Arbitrase Internasional dengan hakim Max Huber pada tanggal 4 April 1928 kemudian memutuskan Miangas menjadi milik sah Belanda (Hindia Belanda). Filipina kemudian menerima keputusan tersebut.
Aplikasi jejaring Google Maps memiliki kesalahan dengan memasukkan pulau miangas sebagai bagian dari Filipina
Artikel dari :http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Miangas
Masyarakat Pulau Miangas Nikmati Listrik 24 Jam
Manado, Kompas - Masyarakat pulau perbatasan di Sulawesi
Utara akhirnya menikmati listrik 24 jam setelah pembangunan
infrastruktur jaringan pembangkit listrik tenaga surya selesai pada
akhir tahun lalu. Saat ini, empat pulau di perbatasan telah terlayani
listrik sehari penuh, yakni Pulau Miangas, Marampit, Makalehi, dan
Bunaken.
General Manajer PLN Sulutenggo Wirabumi Kaluti di Manado,
Jumat (27/1), mengatakan, pembangunan listrik di perbatasan adalah
program PT PLN menjadikan daerah perbatasan terang benderang. ”Kami
sudah bangun empat PLTS di perbatasan. Kami harapkan pembangunan PLTS di
Pulau Marore dapat selesai pertengahan tahun ini,” kata dia.
Pembangunan
PLTS di Pulau Marore mengalami kendala dana dan material jaringan
sehingga pembangunan tertunda hingga Juni tahun ini.
Masyarakat
empat pulau tersebut—yang terletak di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten
Talaud, Sangihe, dan Sitaro—selama puluhan tahun hanya menikmati listrik
selama 6-12 jam dengan pasokan listrik tenaga diesel. Listrik menyala
pada pukul 18.00 dan padam pukul 06.00. Di Pulau Miangas, listrik
berfungsi pukul 18.00-pukul 24.00. Keberadaan PLTS menggantikan
pembangkit listrik tenaga diesel.
Abner Banerah (42), warga
Miangas, mengatakan, keberadaan listrik 24 jam cukup melegakan
masyarakat. ”Biasanya rumah gelap pada malam hari, sekarang jalan pun
terang,” katanya. Listrik di Miangas, jika terjadi krisis solar, listrik
pun bisa tak hidup.
Menurut Wirabumi, kekuatan PLTS di Miangas
sebanyak 85 kilowatt, melayani 189 pelanggan; PLTS Marampit dan Makalehi
125 kW, melayani 200 pelanggan; dan PLTS Bunaken 350 kW, melayani 300
pelanggan.
Bunaken jadi prioritas pembangunan listrik PLTS karena
daerah tujuan wisata itu selama puluhan tahun bermasalah dengan listrik.
”Bayangkan daerah yang banyak dikunjungi wisatawan asing, tapi
listriknya hanya normal selama 12 jam,” katanya.
Wirabumi
mengatakan, PLTS Bunaken merupakan pembangkit bertenaga matahari pertama
yang dapat menerangi satu pulau penuh selama 24 jam. Sebanyak 1.440
buah panel surya dibutuhkan untuk menghasilkan daya maksimum 400 kW.
PLTS
Bunaken, dibangun sejak September 2010 di areal seluas 0,7 hektar,
sanggup memenuhi kebutuhan listrik 680 pelanggan dengan beban puncak 160
kW. ”PLTS menggantikan listrik tenaga diesel dan hemat bahan 260
kiloliter per tahun, atau Rp 1,8 miliar,” tuturnya. (zal)
Artikel dari: http://regional.kompas.com/read/2012/01/28/0308246/Masyarakat.Pulau.Miangas.Nikmati.Listrik.24.Jam
2. Pulau Marampit
Pulau Marampit adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Filipina. Pulau Marampit ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara. Pulau ini berada di sebelah timur laut dari pulau Talaud dengan koordinat 4° 46′18″ LU, 127° 8′ 32″ BT.
artikel dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Marampit
Pulau ini berbatasan dengan Republik Filipina di sebelah Utara sedangkan sebelah timurnya berbatasan dengan Samudera Pasifik. Pulau Marampit umumnya berupa dataran rendah,
sebagian rawa yang ditumbuhi tanaman talas, sagu, hutan mangrove, gundukan batu
karang/kapur dan tanaman kelapa dengan pasir putih hampir di seluruh pesisir
pantai.Pulau ini dihuni oleh 1.436 Jiwa, dengan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, pegawai
dan nelayan.Kopra, pala, dan buah buahan merupakan hasil bumi yang
diperjualbelikan disana. Sedangkan nelayan menjual ikan-ikan karang ke Karatung
, Ibukota Kecamatan Nanusa. Namun, masyarakat masih kesulitan akan pemasaran
dari hasil bumi mereka. Sebagian hasil bumi hanya digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari dan hanya sebagian kecil yang diperjualibelikan karena kurangnya
sarana pemasaran.Seluruh penduduk Pulau Marampit beragama Kristen Protestan,
yang bernaung dalam organisasi Gereja Masehi Injil Talaud (GERMITA).Organisasi
ini membantu dalam setiap kegiatan masyarakat sebab gereja menjadi tempat
sosialisasi yang sangat efektif. Di masing-masing desa terdapat satu gereja yang
diketuai oleh ketua jemaat.Gereja ini menjadi tempat utama bagi masyarakat di
Pulau Marampit untuk bersosialisasi.
artikel dari :http://perjalanan36.blogspot.com/2012/01/pulau-marampit-pulau-teluar-nan-elok.html
3. Pulau Marore
Pulau Marore adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Filipina. Pulau Marore ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, provinsi Sulawesi Utara. Pulau ini berada di sebelah utara dari Pulau Sangihe dengan koordinat 4° 44′14″ LU, 125° 28′42″ BT.
artikel dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Marore
ari aspek etnis, komposisi penduduk
terdiri dari tiga etnik besar, yaitu sub-etnik Siau Tagulandang,
sub-etnik Talaud dan sub-etnik Sangihe Besar. Mayoritas penduduk
beragama Kristen Protestan, sedangkan Agama Islam dipeluk oleh pendatang
ataupun pegawai yang ditempatkan di Pulau Marore. Bahasa sehari-hari
adalah Bahasa Sangihe Talaud, sedangkan Bahasa Indonesia digunakan dalam
forum resmi dan pengajaran di sekolah. Mayoritas penduduk di pulau
Marore bekerja sebagai nelayan dengan mata pencarian sampingan sebagai
pekebun tanaman kelapa.
Infrastruktur
Sarana dan prasarana yang ada di Pulau Marore secara umum sudah lebih maju dibandingkan kondisi yang sama di pulau lain. Terdapat Pos TNI AL dan Kantor Polisi sebagai penjaga keamanan dan ketertiban. Kantor administrasi pemerintahan yang ada meliputi Kantor Desa dan Kantor Camat. Kemudian ada Kantor perhubungan laut, Kantor Bea dan Cukai, Kantor Border Crossing Area serta Kantor Imigrasi. Sarana kesehatan berupa Puskesmas, sarana pendidikan mulai dari TK sampai Sekolah Menengah Atas, juga ada sarana ibadah berupa gereja, serta fasilitas umum lain seperti jaringan jalan beton, pasar, dermaga labuh, serta ada Pusat Listrik Tenaga Diesel dan menara suar.
Infrastruktur
Sarana dan prasarana yang ada di Pulau Marore secara umum sudah lebih maju dibandingkan kondisi yang sama di pulau lain. Terdapat Pos TNI AL dan Kantor Polisi sebagai penjaga keamanan dan ketertiban. Kantor administrasi pemerintahan yang ada meliputi Kantor Desa dan Kantor Camat. Kemudian ada Kantor perhubungan laut, Kantor Bea dan Cukai, Kantor Border Crossing Area serta Kantor Imigrasi. Sarana kesehatan berupa Puskesmas, sarana pendidikan mulai dari TK sampai Sekolah Menengah Atas, juga ada sarana ibadah berupa gereja, serta fasilitas umum lain seperti jaringan jalan beton, pasar, dermaga labuh, serta ada Pusat Listrik Tenaga Diesel dan menara suar.
artikel dari: http://didisadili.blogspot.com/2012/02/pulau-marore-di-provinsi-sulawesi-utara.html
4. Pulau Karutung
Sejalan dengan perjalanan perkembangan adat istiadat setempat, pulau Karatung disebut juga pulau Ginimbale, yang artinya adalah tempat kediaman, tempat tinggal atau pemukiman dalam bahasa daerah setempat disebut “Pabawalean”.
Asal Usul Nama Karatung
Menurut pemahaman adat istiadat nama Karatung bermula ketika pusat pemerintahan adat istiadat di kepulauan Nanusa berpindah dari Desa Laluhe ke pulau Karatung, dan saat itu juga pulau Karatung menjadi pusat pemerintahan. Sejak dijadikan tempat pusat perintahan kecamatan Nannusa pulau Ginimbale desa Karatung ditetapkan dan diakui oleh masyarakat kepaluaan Nannusa sebagai tempat penobatan raja, sehingga masyarakat Watunapato sekarang Nannusa menyebutnya “Pandaratuan” artinya Tempat Raja-Raja. Dari sebutan itu diambil arti “Aratun” sebagai julukan masyarakat Nannusa terhadap pulau Ginimbale desa Karatung.
Sejarah Penduduk Pulau Karatung
Penduduk pulau Karatung berasal dari keturunan Tan Tiong Hie berasal dari bangsa China dengan Istrinya bernama Dohila yang berasal dari Manila Philipina. Selanjutnya dari perkawinan Tan Tiong Hie dan Dohila telah diperoleh dua orang anak masing-masing anak laiki-laki bernama Walahan dan anak perempuan berbama Tinduan. Sejalan dengan sejarah adat istiadat di pulau Karatung keberadaan kedua orang anak bernama Walahan dan Tinduan, oleh para tua-tua dan pentua adat di pulau Karatung menyebutnya sebagai zaman pertama.
Setelah Tan Tiong Hie dan Dohila meninggal dunia Walahan dan Tinduan menjadi benih menurukan penduduk pulau Ginimbale desa Karatung sekarang ini. Pertumbuhan pendukuk pulau Karatung hingga saat ini secara adat telah di bagi dalam 12 Kelompok kekerabatan yaitu Mailana (Waleneko), Dodo, Tambirin, Aruro, Walemawawo, Weru, Nappo, Wawo, Tatulu, Lalaia, Awombo dan Rarince.
Letak Geografis
Pulau Ginimbale sekarang disebut pulau Karatung adalah salah satu pulau dari delapan pulau yang terletak diujung Utara pulau Sulawesi tepatnya dibibir samudera pasifik yang luas potensial akan kekayaan laut terbentang diantara 2o4’ dan 5o25’ :intang Utara dan 127o10’ Bujur Timur. Sedangkan pulau Ginimbale membentang dari arah Timur Laut melintang kearah Barat yakni dari tempat batu bernama “Watu Marengkelangi sampai di tempat bernama Orrou Tandungnge, dengan luas 72 km2
Pemerintahan
Pada zaman dahulu pemerintahan dilaksanakan secara adat oleh Ratumbanua dan Inanguwanua, dan setelah adanya perkembangan pembagian wilayah Zending, maka terjadilah keputusan Residen Manado pada tanggal 1 April 1902 di akuinya wilayah kejoguguan di Kepulauan Talaud maka saat itu juga di mulai pemerintahan desa.
Pemerintahan desa di Karatung di mulai sejak tahun 1901 dengan kepala Desa yang pertama adalah bapak Hendri Pangalo.
Pada tahun 2006 dengan berlakunya PERDA Nomor 20 tahun 2006, maka Pemerintahan Desa di pulau Karatung sejak tanggal 29 Mei 2007 Desa Karatung dibagi menjadi tiga pemerintahan desa terdiri dari Karatung Utara dengan Kepala Desa Barganti Gahansa, kemudian Desa Karatung Tengah dengan Kepala Desa Elipas sasube dan Desa Karatung Selatan dengan Kepala Desa Alex Pangalo. Dengan adanya pemekaran Desa Karatung menjadi tiga desa. Sejalan dengan pemerintahan desa adat istiadat pun ikut menopang pemerintahan desa sehingga kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan baik.
artikel dari: http://www.nannusa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=46&Itemid=53
5. Pulau kakorotan
SEJARAH DESA KAKOROTAN
Dahulu kala Desa Kakorotan bernama Aolotan yang artinya pemujaan. Karena ucapan/dialek bangsa Belanda maka Aolotan dilafalkan Kakorotan. Menurut sejarah yang hidup dan berkembang di desa Kakorotan, bahwa manusia yang pertama datang di Kepulauan Nannusa sedianya datang di Desa Kakorotan sehingga bila ada keturunan mereka yang datang ke Kakorotan melakukan pemujaan di sana. Mereka menganggap bahwa desa Kakorotan merupakan tempat sakti leluhur mereka. Menurut masyarakat setempat, sejak keturunan ke - 4 dari keturunan yang pertama kali datang ke Kakorotan ini mulai berpindah dan mencari penghidupan di pulau-pulau lain diluar desa Kakorotan.
Desa Kakorotan telah melewati sejarah yang sangat panjang. Pemerintah Desa Kakorotan sudah terbentuk sejak abad ke XIII dan penduduk yang ada pada waktu itu hidup sendiri-sendiri (tidak terorganisir) seperti di daerah pegunungan Manongga, Lawan, Annempua dan Winalalan.
Tahun 1628 terjadi gempa bumi yang mengakibatkan badai gelombang yang sangat besar (Tsunami). Pulau Kakorotan yang dulunya hanya satu terbagi tiga bagian sehingga nama Aolotan berubah menjadi Hinuntingan yang artinya bagaikan digunting. Karena peristiwa inilah Desa Kakorotan sampai saat ini terdiri dari tiga pulau yaitu pulau Kakorotan, pulau Intata dan pulau Malo. Sesudah peristiwa tersebut penduduk desa yang tersisa tinggal 8 orang dan mereka membentuk empat suku yaitu : suku Wale uala oleh Lalendi, suku Pondo oleh Tataloma, suku Melonca oleh Wanua, suku Parapa oleh Lalaian.
Berkat persatuan leluhur dan kerja sama yang baik mereka dapat membangun pagar batu setinggi 3 meter di sekeliling desa. Pada saat itulah Ecin dan Suud menjadi Raja atau Ratumbanua di bantu oleh Inangnguwanua dan Ratu Kekerabatan. Mereka hidup dan bercocok tanam dan mencari ikan.
Pada abad XVIII masyarakat desa Kakorotan mulai menganut agama Kristen Protestan sejalan dengan kebiasaan adat istiadat yang tetap berlaku. Dalam menjalankan kehidupannya masyarakat desa kakorotan tetap memegang semboyan nenek moyang mereka yaitu Uapasan alu tala punnene, Uaruwenten alu tala otongnge. Artinya “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”.
6. Pulau Intata
Pulau Intata adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Filipina. Pulau Intata ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara. Pulau ini berada di sebelah utara dari Pulau Kakarutan dengan koordinat 4°38′38″ LU, 127°9′49″ BT
.
Pulau Intata yang sangat indah dengan nuansa alami memang sepi, tidak ada penghuninya. Air laut yang masih bersih dengan pasir-pasir putih yang mengelilinginya. Tapi setiap bulan Mei, saat dilangsungkan upacara adat menangkap ikan secara tradisional, Pulau Surga ini ramai dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara termasuk Gubernur Sulawesi Utara, kadang beberapa Menteri juga datang kesana menghadiri event wisata nasional ini.
artikel dari:http://sejarah.kompasiana.com/2012/04/30/intata-pulau-yang-pernah-tenggelam-458823.html
7. Pulau Mangupu
Pulau Mangupu ini adalah pulau tak berpenghuni, isinya hanya hutan Kelapa yang dimanfaatkan warga sekitar. Uniknya dipulau ini, karena letaknya diantara Kakorotan dan Marampit, penduduk membagi wilayah pemanfaatan lahannya. Ada bidang – bidang tanah yang hanya boleh dimanfaatkan oleh warga Kakorotan, ada bidang – bidang tanah yang hanya boleh dimanfaatkan oleh warga Marampit, dan mereka menjalankan ini dengan rukun dan tertib. Sayang saya tak sempat mendarat ke pulau ini, hanya sejenak menepikan pam-boat di pinggir karang pantai Mangupu, kebetulan beberapa orang yang ikut mengantar saya ke pulau Intata sebelumnya, harus turun di pulau ini, katanya mereka mau mengambil kayu untuk menyelesaikan pembuatan sebuah perahu.
artikel dari: http://antorology.wordpress.com/2012/07/08/perjalanan-mengitari-sebagian-pulau-pulau-terdepan-indonesia-bagian-3/
8. Pulau Malo
Pulau malo adalah pulau yang tidak berpenghuni,Pulau Nusa, pulau Malo, pulau Garat merupakan diving point yang masih virgin.
artikel dari: http://www.adirafacesofindonesia.com/article.htm/651/Melonguane---Talaud---Sulawesi-Utara
4. Pulau Karutung
Sejalan dengan perjalanan perkembangan adat istiadat setempat, pulau Karatung disebut juga pulau Ginimbale, yang artinya adalah tempat kediaman, tempat tinggal atau pemukiman dalam bahasa daerah setempat disebut “Pabawalean”.
Asal Usul Nama Karatung
Menurut pemahaman adat istiadat nama Karatung bermula ketika pusat pemerintahan adat istiadat di kepulauan Nanusa berpindah dari Desa Laluhe ke pulau Karatung, dan saat itu juga pulau Karatung menjadi pusat pemerintahan. Sejak dijadikan tempat pusat perintahan kecamatan Nannusa pulau Ginimbale desa Karatung ditetapkan dan diakui oleh masyarakat kepaluaan Nannusa sebagai tempat penobatan raja, sehingga masyarakat Watunapato sekarang Nannusa menyebutnya “Pandaratuan” artinya Tempat Raja-Raja. Dari sebutan itu diambil arti “Aratun” sebagai julukan masyarakat Nannusa terhadap pulau Ginimbale desa Karatung.
Sejarah Penduduk Pulau Karatung
Penduduk pulau Karatung berasal dari keturunan Tan Tiong Hie berasal dari bangsa China dengan Istrinya bernama Dohila yang berasal dari Manila Philipina. Selanjutnya dari perkawinan Tan Tiong Hie dan Dohila telah diperoleh dua orang anak masing-masing anak laiki-laki bernama Walahan dan anak perempuan berbama Tinduan. Sejalan dengan sejarah adat istiadat di pulau Karatung keberadaan kedua orang anak bernama Walahan dan Tinduan, oleh para tua-tua dan pentua adat di pulau Karatung menyebutnya sebagai zaman pertama.
Setelah Tan Tiong Hie dan Dohila meninggal dunia Walahan dan Tinduan menjadi benih menurukan penduduk pulau Ginimbale desa Karatung sekarang ini. Pertumbuhan pendukuk pulau Karatung hingga saat ini secara adat telah di bagi dalam 12 Kelompok kekerabatan yaitu Mailana (Waleneko), Dodo, Tambirin, Aruro, Walemawawo, Weru, Nappo, Wawo, Tatulu, Lalaia, Awombo dan Rarince.
Letak Geografis
Pulau Ginimbale sekarang disebut pulau Karatung adalah salah satu pulau dari delapan pulau yang terletak diujung Utara pulau Sulawesi tepatnya dibibir samudera pasifik yang luas potensial akan kekayaan laut terbentang diantara 2o4’ dan 5o25’ :intang Utara dan 127o10’ Bujur Timur. Sedangkan pulau Ginimbale membentang dari arah Timur Laut melintang kearah Barat yakni dari tempat batu bernama “Watu Marengkelangi sampai di tempat bernama Orrou Tandungnge, dengan luas 72 km2
Pemerintahan
Pada zaman dahulu pemerintahan dilaksanakan secara adat oleh Ratumbanua dan Inanguwanua, dan setelah adanya perkembangan pembagian wilayah Zending, maka terjadilah keputusan Residen Manado pada tanggal 1 April 1902 di akuinya wilayah kejoguguan di Kepulauan Talaud maka saat itu juga di mulai pemerintahan desa.
Pemerintahan desa di Karatung di mulai sejak tahun 1901 dengan kepala Desa yang pertama adalah bapak Hendri Pangalo.
Pada tahun 2006 dengan berlakunya PERDA Nomor 20 tahun 2006, maka Pemerintahan Desa di pulau Karatung sejak tanggal 29 Mei 2007 Desa Karatung dibagi menjadi tiga pemerintahan desa terdiri dari Karatung Utara dengan Kepala Desa Barganti Gahansa, kemudian Desa Karatung Tengah dengan Kepala Desa Elipas sasube dan Desa Karatung Selatan dengan Kepala Desa Alex Pangalo. Dengan adanya pemekaran Desa Karatung menjadi tiga desa. Sejalan dengan pemerintahan desa adat istiadat pun ikut menopang pemerintahan desa sehingga kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan baik.
artikel dari: http://www.nannusa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=46&Itemid=53
5. Pulau kakorotan
SEJARAH DESA KAKOROTAN
Dahulu kala Desa Kakorotan bernama Aolotan yang artinya pemujaan. Karena ucapan/dialek bangsa Belanda maka Aolotan dilafalkan Kakorotan. Menurut sejarah yang hidup dan berkembang di desa Kakorotan, bahwa manusia yang pertama datang di Kepulauan Nannusa sedianya datang di Desa Kakorotan sehingga bila ada keturunan mereka yang datang ke Kakorotan melakukan pemujaan di sana. Mereka menganggap bahwa desa Kakorotan merupakan tempat sakti leluhur mereka. Menurut masyarakat setempat, sejak keturunan ke - 4 dari keturunan yang pertama kali datang ke Kakorotan ini mulai berpindah dan mencari penghidupan di pulau-pulau lain diluar desa Kakorotan.
Desa Kakorotan telah melewati sejarah yang sangat panjang. Pemerintah Desa Kakorotan sudah terbentuk sejak abad ke XIII dan penduduk yang ada pada waktu itu hidup sendiri-sendiri (tidak terorganisir) seperti di daerah pegunungan Manongga, Lawan, Annempua dan Winalalan.
Tahun 1628 terjadi gempa bumi yang mengakibatkan badai gelombang yang sangat besar (Tsunami). Pulau Kakorotan yang dulunya hanya satu terbagi tiga bagian sehingga nama Aolotan berubah menjadi Hinuntingan yang artinya bagaikan digunting. Karena peristiwa inilah Desa Kakorotan sampai saat ini terdiri dari tiga pulau yaitu pulau Kakorotan, pulau Intata dan pulau Malo. Sesudah peristiwa tersebut penduduk desa yang tersisa tinggal 8 orang dan mereka membentuk empat suku yaitu : suku Wale uala oleh Lalendi, suku Pondo oleh Tataloma, suku Melonca oleh Wanua, suku Parapa oleh Lalaian.
Berkat persatuan leluhur dan kerja sama yang baik mereka dapat membangun pagar batu setinggi 3 meter di sekeliling desa. Pada saat itulah Ecin dan Suud menjadi Raja atau Ratumbanua di bantu oleh Inangnguwanua dan Ratu Kekerabatan. Mereka hidup dan bercocok tanam dan mencari ikan.
Pada abad XVIII masyarakat desa Kakorotan mulai menganut agama Kristen Protestan sejalan dengan kebiasaan adat istiadat yang tetap berlaku. Dalam menjalankan kehidupannya masyarakat desa kakorotan tetap memegang semboyan nenek moyang mereka yaitu Uapasan alu tala punnene, Uaruwenten alu tala otongnge. Artinya “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”.
6. Pulau Intata
Pulau Intata adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Filipina. Pulau Intata ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara. Pulau ini berada di sebelah utara dari Pulau Kakarutan dengan koordinat 4°38′38″ LU, 127°9′49″ BT
.
Pulau Intata yang sangat indah dengan nuansa alami memang sepi, tidak ada penghuninya. Air laut yang masih bersih dengan pasir-pasir putih yang mengelilinginya. Tapi setiap bulan Mei, saat dilangsungkan upacara adat menangkap ikan secara tradisional, Pulau Surga ini ramai dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara termasuk Gubernur Sulawesi Utara, kadang beberapa Menteri juga datang kesana menghadiri event wisata nasional ini.
artikel dari:http://sejarah.kompasiana.com/2012/04/30/intata-pulau-yang-pernah-tenggelam-458823.html
7. Pulau Mangupu
Pulau Mangupu ini adalah pulau tak berpenghuni, isinya hanya hutan Kelapa yang dimanfaatkan warga sekitar. Uniknya dipulau ini, karena letaknya diantara Kakorotan dan Marampit, penduduk membagi wilayah pemanfaatan lahannya. Ada bidang – bidang tanah yang hanya boleh dimanfaatkan oleh warga Kakorotan, ada bidang – bidang tanah yang hanya boleh dimanfaatkan oleh warga Marampit, dan mereka menjalankan ini dengan rukun dan tertib. Sayang saya tak sempat mendarat ke pulau ini, hanya sejenak menepikan pam-boat di pinggir karang pantai Mangupu, kebetulan beberapa orang yang ikut mengantar saya ke pulau Intata sebelumnya, harus turun di pulau ini, katanya mereka mau mengambil kayu untuk menyelesaikan pembuatan sebuah perahu.
artikel dari: http://antorology.wordpress.com/2012/07/08/perjalanan-mengitari-sebagian-pulau-pulau-terdepan-indonesia-bagian-3/
8. Pulau Malo
Pulau malo adalah pulau yang tidak berpenghuni,Pulau Nusa, pulau Malo, pulau Garat merupakan diving point yang masih virgin.
artikel dari: http://www.adirafacesofindonesia.com/article.htm/651/Melonguane---Talaud---Sulawesi-Utara
Desa Kakorotan Belum ada Listrik......tolong bantu desa Kakorotan...
BalasHapusBanyak jiwa yang rindu untuk dimerdekakan dari kegelapan karena tidak adanya PLN